Kamis, 04 April 2013

Asal kata Minang Kabau MINANG KABAU SEBAGAI BIT INFORMASI DI ERA DIGITAL


Artikel oleh: Drg. Abraham Ilyas; Ketua LK. Dt. Soda; Webmaster & Admin www.nagari.org.
Pemeriksa bahasa: Drs. Bambang Trisman, M.Hum; Kepala Balai Bahasa Palembang

Milenium kedua diakhiri dengan berkembangnya teknologi digital,
yaitu teknologi yang mampu mengubah konsep informasi
nilai materi dari atom menjadi bit

(Negroponte, 1995).
1. Pendahaluan
Petikan di atas pada dasarnya memberikan informasi tentang perkembangan peradaban manusia yang berkaitan dengan ilmu dan teknologi di akhir alaf kedua.
Dalam kaitan dengan itu, kita semua mengetahui bahwa peradaban bangsa-bangsa di dunia setakat ini telah berada pada era milenium ketiga.
Era tersebut ditandai oleh pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi.
Dalam era yang sama, umat manusia juga "merenangi" alam kesejagadan (globalisasi) yang antara lain erupakan dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Minang Kabau sebagai sistem budaya, mau tidak mau, juga akan bersinggungan dengan berbagai kemajuan tersebut.
Dalam kaitan dengan itu, penulis mencoba memberikan sumbang saran tentang penempatan Minang Kabau sebagai bit informasi dalam era digital sekarang ini.
Pemikiran tentang konsep itu penulis awali dengan melihat pemahaman atas "keadaan" atau "benda" dalam memahami sebuah fenomena yang berkaitan dengan Minang Kabau itu sendiri. Tulisan ini penulis harapkan dapat menjadi sebuah pemikiran bagi segenap orang Minang Kabau untuk melakukan "pembaharuan" dan "pembangunan" Minang Kabau.
2. Lambang dan Nilai
Dalam kehidupan masyarakat Minang Kabau, peranti-peranti adat dilambang atau diungkapkan dengan benda atau keadaan tertentu.
Di samping "keadaan" atau "benda" tertentu itu dapat dipahami secara langsung, kita perlu juga melukiskannya dengan lambang-lambang (simbol) yang memiliki nilai.
Namun, tentu saja cara seperti itu tidak dapat dilakukan terhadap Yang Khalik karena Tuhan tidak boleh dilambangkan atau dinilai.
"Keadaan" (ada) ialah informasi tentang suatu objek. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan keadaan meliputi makhluk yang nyata dan makhluk yang abstrak. Sementara itu, lambang dibutuhkan karena keterbatasan panca indera manusia untuk menangkap keadaan-keadaan yang terjadi di alam ini.
Sebuah lambang dapat dikatakan bagus jika dapat dipahami oleh khalayak dengan pengertian yang sama.
Pemahaman benda atau makhluk melalui lambang memerlukan kesepahaman, baik konvensional maupun inkonvensional.
Akan tetapi, penilaian terhadap "keadaan" atau "benda" itu idealnya menampilkan secara bersama-sama nilai kualitas dan nilai kuantitas.
Namun, dalam prakteknya, penilaian itu sering dilakukan secara terpisah antara kuantitas dan kualitas.
Cara menilai kuantitas suatu "keadaan" yang selama ini dikenal manusia adalah dengan menggunakan angka-angka bilangan yang dinyatakan secara analog atau digital.
Pada sistem digital, suatu "keadaan" dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau yang disebut dengan diskrit-diskrit.
Sementara itu, "keadaan" tidak dipilah-pilah lagi ke dalam diskrit-diskrit pada sistem analog.
Sebagai contoh, jam digital yang digerakkan oleh aliran listrik membagi waktu "detik" menjadi diskrit-diskrit "detik" yang lebih kecil lagi.
Sebaliknya, jam analog atau jam yang memakai gulungan pir kawat sebagai penggerak tidak mampu lagi menetap pecahan-pecahan waktu "detik" tersebut.
Untuk melambangkan satu "keadaan" pada sistem analog digunakan satu atau kombinasi angka-angka (bilangan) mulai dari 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9.
Pada sistem digital, lambang yang dipergunakan hanya angka 0 dan 1.
Oleh karena itu, sistem digital sering disebut sebagai binary digital atau bit.
Berikut disertakan contoh penulisan nilai sistem analog dan penulisan nilai sistem digital.
Penulisan sistem
analog
Penulisan nilai dalam sistem digital
1 bit
Penulisan nilai dalam sistem digital
2 bit
Penulisan nilai dalam sistem digital
3 bit
Penilaian nilai dalam sistem digital
4 bit
0
0
00
000
0000
1
1
01
001
0001
2
10
010
0010
3
11
011
0011
dst
dst
dst
Penjelasan sistem digital ini gunanya untuk memahami pengertian nilai kuantitas dan nilai kualitas dari suatu keadaan.
Istilah tersebut belum ditemukan dalam bahasa Melayu yang banyak diserap dari bahasa Arab.
Angka 0 digunakan untuk melambangkan nilai kualitas, sedangkan angka 1 digunakan untuk melambangkan nilai kuantitas.
Dalam sistem analog, angka 1 tubuh digunakan untuk melambangkan tubuh manusia yang merupakan kesatuan antara tubuh kasar dan tubuh halus.
Sementara itu, tubuh manusia yang merupakan kesatuan antara tubuh kasar dan tubuh halus dilambangkan dengan angka 01 tubuh dalam sistem digital.
Oleh karena sistem digital menggunakan dua lambang untuk mengekspresikan satu tubuh, yaitu 0 dan 1, maka keadaan tubuh dapat dianalisis dengan menggunakan analogi-analogi yang menggunakan lambang tubuh tersebut.
Lambang 0 apabila dioperasikan (dijadikan subjek pekerjaan) saat dikalikan dengan 1 tetap akan menghasilkan angka 0 (tiada ada). Lambang 0 tetap menghasilkan angka 0 (tiada ada) jika dibagi dengan 1 atau bilangan lainnya. Sebaliknya, apabila lambang 0 menjadi pembagi dari semua bilangan, hasilnya menjadi tiada terhingga. Oleh karena itu, lambang 0 bersifat kualitatif karena tidak mampu menghasilkan nilai-nilai bilangan angka lainnya.
Selanjutnya, jika kita mengoperasikan lambang angka 1 dengan menjadikan sebagai subjek, faktor pembagi atau pengali, maka selalu akan menampilkan nilai bilangan yang dapat ditulis dengan angka (kuantitatif).
Berdasar paparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa nilai yang dihasilkan tubuh halus dari tubuh manusia selalu bersifat kualitatif, yang terentang antara tiada ada sampai tiada terhingga. Sementara itu, nilai yang dihasilkan tubuh kasar dari tubuh manusia bersifat kuantitatif karena dapat ditulis dengan angka-angka (lambang). Inilah cupak atau takaran nan duo, dialektika yang telah dipahami oleh nenek moyang orang Minang Kabau semenjak zaman dahulu, meskipun belum menggunakan istilah kualitatif dan kuantitatif.
Nenek moyang orang Minang Kabau telah menampilkan dengan cerdas bit informasi tersebut dalam terminologi adat dan budaya Minang Kabau yang berbentuk metafora-metafora atau idiom-idiom sebagai berikut.
Dinilai secara KUALITATIF
menggunakan RASO
memakai lambang
Dinilai secara KUANTITATIF
menggunakan PARESO
memakai lambang
Minang
kabau
luhak
rantau
syarak
adat
nan dua
nan empat
budi
daya
tersirat
tersurat
tersembunyi
terlihat
cupak usali
cupak buatan
orang
manusia
Minang Kabau - baru
sumatera barat - indonesia
nagari
kota
nagari saiber
nagari nyata
Catatan:
Tiga baris terakhir merupakan wacana untuk masa kini.
Khusus untuk nagari saiber, penulis telah berusaha memulainya. Penulis berharap agar situs semua nagari dapat diwujudkan oleh orang Minang Kabau, baik yang menetap di kampuang maupun di perantauan. Harapan itu lebih khusus lagi terhadap generasi muda Minang Kabau yang terdidik. Lawan maota (sumber informasi ilmu pengetahuan) masa kini tidak lagi di palanta lapau, tetapi telah meluas ke seantero jagad.
Ketertinggalan digital berarti tidak mampu lagi melawan dunie urang.
3. Otak Manusia
Kesadaran seorang manusia berada pada otaknya masing-masing.
Manusia dianggap telah mati apabila gelombang-gelombang otaknya tidak dapat diukur lagi.
Sebaliknya, manusia masih disebut hidup apabila otaknya masih menampilkan gelombang-gelombang meskipun jantung dan paru-parunya berhenti berdenyut.
Secara fisik, otak terbagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri yang berbeda fungsinya.
Belahan kanan menyimpan bit informasi atau keadaan yang bernilai kualitatif, sedangkan belahan kiri menyimpan bit informasi yang nilainya kuantitatif.
Contoh sehari-hari perbedaan fungsi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi berikut.
Suatu ketika kita bertemu kembali dengan seseorang yang telah lama tidak terjalin komunikasi dengannya. Kita akan lebih mudah mengingat kembali wajahnya. Hal ini karena bit informasi bentuk wajah disimpan di otak kanan. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk mengingat namanya yang harus dieja, karena bit informasi disimpan di otak kiri.
Bit informasi di otak kanan dibantu oleh "raso" dibawa naik dari arah dada menyebabkan bayangan wajah orang tersebut mudah dikenali kembali, apalagi kita pernah memiliki hubungan pe rasa an batin dengan orang tersebut.
Apabila fisik otak telah rusak atau kurang pemeliharaannya, maka otak tersebut tak mampu meyimpan kedua jenis bit informasi tadi. Keadaan ini disebut kurang raso jo pareso.
Tadi disebutkan bahwa otak kanan menyimpan bit informasi tentang raso.
Akan tetapi, raso tidak diturunkan Tuhan di kepala.
Tuhan menurunkan raso tersebut di dada atau hati seseorang.
Raso ini berbeda ukurannya (nilai takaran) pada setiap orang.
Masing-masing orang memiliki takaran sendiri yang tidak sama dengan orang lain.
Oleh karena itu, raso disebut pula sebagai cupak asli.
Nenek moyang orang Minang Kabau menyatukan kedua cupak ini terlebih dahulu, sebelum digunakan oleh panca indera.
Hal ini disebut sebagai raso dibawa naik (ke otak kanan), pareso dibawa turun (dari otak kiri). Penganut paham atheis atau ilmuwan Barat menganggap sesuatu perasaan atau emosi (yang letaknya tak dijelaskan) dikendalikan oleh otak.
Dengan demikian, otak bagi mereka adalah segala-galanya. Sebaliknya, kelompok kebatinan menganggap hati-batin yang merasa suci adalah satu-satunya penerima petunjuk langsung dari dari Tuhan.
Penggunaan kata raso menurut falsafah adat Alam Minang Kabau adalah persatuan diantara raso batin dengan raso fisik (penglihatan, pendengaran, pembauan, perasaan di kulit/lidah). Menurut pemahaman orang Minang Kabau, raso batin tak ada gunanya apabila tidak diekspresikan pada tubuh kasar. Bukankah setiap pekerjaan panca indera kita dimulai dengan niat batin terlebih dahulu.
Tak ada dikotomi antara raso dengan pareso di dalam konsep budaya Minang Kabau.
4. Minang Kabau sebagai Bit Informasi
Penduduk yang bermukim di nagari Tanjuang Sungayang dan nagari Minang Kabau di dekat nagari Pagaruyuang di luhak nan Tuo, Tanah Datar, menyebut sumber mata air artesis di tempat mereka dengan sebutan "Minang".
Minang memiliki beberapa pancuran untuk mengalirkan airnya, sedangkan sumur mata air yang lebih kecil disebut sebagai "luak".
Kata ini sering diucapkan pula sebagai "luhak"
Sebutan luak atau luhak memiliki pengertian yang sama oleh penduduk di daerah lainnya di Sumatera Barat.
Kata Minang berasal dari kata mainang yang berarti memelihara atau ibu yang memelihara anaknya.
"Tiada kehidupan tanpa air", inilah dalil yang berlaku untuk makhluk hidup.
Berdasarkan foto-foto hasil research terhadap kristal-kristal air/es; Dr. Masaru Emoto membuktikan bahwa air membawa pesan-pesan tersembunyi terhadap kondisi jiwa manusia.

Sejak dahulu kala para Pawang hujan, Dukun penyembuh penyakit dan Peritual agama-agama menyadari bahwa air adalah makhluk hidup.
Air bisa diperintah pergi atau dipanggil.
Di puncak bukit Kasumbo (Bukit Kayu Sebatang) Anda boleh berdoa dengan khusuk dan air akan muncul ke luar menetes dari luak (luhak) bila Anda ikhlas dan bersih lahir-batin
Pada air lah Tuhan menitipkan nyawa (bukan Ruh !) makhluknya

Penilaian terhadap air, diutamakan dari segi kualitasnya. Sebagai contoh, meskipun jumlah air cukup banyak, tapi beracun maka manusia tak bisa hidup dengan air kotor tsb. Kabau atau kerbau adalah makhluk yang paling dekat dengan kehidupan nenek moyang kita zaman dahulu.
Tenaga (daya) binatang ini sangat dibutuhkan untuk membajak atau menggarap sawah.
Sementara itu, dagingnya merupakan syarat utama untuk dihidangkan dalam pesta-pesta dat.
Semakin banyak jumlah kerbau yang dimiliki maka semakin cepat pula perkembangan masyarakat.
Kerbau lebih melambangkan pemahaman terhadap nilai kuantitas kehidupan manusia pada masa itu.
Nenek moyang kita, pada mulanya bermukim di nagari-nagari, dalam lingkungan agraris.
Mereka sadar betul akan manfaat kedua jenis makhluk ini.
Pada saat itu mereka tidak bisa hidup dan tidak mungkin dapat mengembangkan peradabannya tanpa keterlibatan kedua benda-makhluk tersebut (air-luak/Minang dan kerbau).
Oleh karena itu, muncullah metafora "Minang Kabau" untuk acuan kehidupan.

Dengan kata lain, nama "Minang Kabau" adalah metafora lambang dua nilai (kualitatif dan kuantitatif) yang selalu ada di alam ini.
Kata "Minang Kabau" tak bisa diartikan secara harfiah sebagai kegiatan memelihara binatang kerbau yang dilakukan nenek moyang kita.

Ketika nagari-nagari semakin padat dan wawasan baru perlu juga dikembangkan, maka kehadiran daerah di luar nagari asli mutlak dibutuhkan.
Nenek moyang kita kemudian menamakan daerah baru itu sebagai rantau.
Rantau bukanlah daerah asing antah-berantah yang terpisah dengan luhak. Pergi merantau tidak sama dengan migrasi.
Kata rantau mempunyai konotasi dengan air pula.
Contohnya dalam kalimat: Si Usuik hanyuik sarantau. Maksudnya si Usuik hanyut dibawa arus sungai, tidak sampai hilang betul, tapi dia masih berada di belakang satu pengkolan sungai yang berkelok-kelok.
Keberadaan si Usuik yang hanyut tsb. masih bisa ditelusuri melalui jalan darat ataupun berperahu.
Jadi "rantau" masih memiliki hubungan dengan dengan daerah asal.
Bukan tempat pemukiman antah-berantah tak punya hubungan dengan daerah asal.
Rantau tak sama maknanya dengan migrasi.
Orang Minang menyebut migrasi ini dengan merantau Cino.
Bagi orang Minang Kabau luhak akan selalu berpasangan rantau, walaupun secara fisik hal ini terkadang sulit direalisasikan.
Minang analog dengan luak atau metafora dari sesuatu sumber kehidupan manusia.
Kabau analog dengan rantau, adalah metafora dari suatu "keadaan" yang bisa membantu kehidupan manusia.
Kata-kata yang pertama nilai ukurannya bersifat kualitatif dan kata-kata yang kedua nilai ukurannya bersifat kuantitatif, seperti nilai-nilai informasi di dalam kitab Alquran amanu wa amilus sholihati atau aqimus sholata wa atuzzakata ataupun kalimat tauhid maupun kalimat syahadat kita.
Hamka dalam seminar adat 1970 menyebutkan ada tiga persyaratan untuk dapat disebut sebagai orang Minang Kabau, yaitu:
1.Memiliki nenek moyangnya yang berasal dari gunung Merapi atau nagari Pariangan Padang Panjang
2. Berkiblat sembahyang ke Mekkah.
3. Mengakui negara Republik Indonesia yang berazas Pancasila serta berdasar UUD 45.
Oleh karena orang Minang Kabau tak ada yang mau disebut "tak tahu diampek", maka perlu ditambahkan satu persyaratan lagi yaitu, orang Minang itu harus "tahu diampek".
Seandainya empat persyaratan ini telah terpenuhi dan diakui keberadaannya pada diri seseorang, maka orang tersebut baru dapat disebut sebagai orang Minang Kabau dan sekaligus sebagai manusia Indonesia.
Dari kalimat yang terakhir itu dapat dilihat perbedaan antara "orang" dengan "manusia". Tidak semua manusia mengerti dan bisa menjadi orang.
Apakah perlu menjadi menjadi "orang" khususnya menjadi orang Minang, silakan jawab sendiri sesuai dengan raso-paresonya masing-masing.
5. KRONOLOGIS TERJADINYA ISTILAH Minang KABAU
Tulisan ini akan memaparkan munculnya kesadaran "Orang" bahwa pada hakekatnya bumi ini adalah sawah yang tanahnya liat/keras dan memerlukan "Kerbau" sebagai alat bantu untuk mengolahnya serta "Minang" sebagai sumber kehidupan "Manusia".
ini gambar peta 4 
nagari binary
Keterangan gambar :
Empat nagari binary yang bertetangga dengan kerajaan/nagari Pagaruyuang.
Sebelum kedatangan penjajah Belanda, keempat nagari ini berkelompok secara adat.
Setelah perang Padri berakhir, Belanda menyatukannya dengan sebutan kelarasan Tanjuang.
Mn = Lokasi keberadaan Minang, sumber aie nan janieh (mata air hexagonal)
Empat nagari binary yang bertetangga dengan kerajaan/nagari Pagarruyuang
1 = Nagari Tanjuang-Sungayang
2 = Nagari Talago-Sungaipatai
3 = Nagari Andaleh-Baruahbukik
4 = Nagari Sawahliek-Singkayan ---> nagari inilah kemudian yang berganti nama menjadi Minang Kabau
5 = Nagari Pagarruyuang
6 = Nagari Suruaso
7 = Nagari Kototangah
8 = Nagari Tanjuangbarulak
Luhak nan Tuo terentang di antara gunung Merapi, gunung Singgalang dan gunung Sago.
Di lembah-lembah sempit di antara ketiga kaki gunung tersebut, manusia membangun komunitas-komunitas untuk memajukan peradabannya.
Dengan topografi semacam ini, maka banyak ditemui mata-air yang ke luar langsung dari perut bumi, dan selanjutnya air itu mengalir ke hulu-hulu sungai yang umumnya bermuara ke timur pulau Sumatera.
Komunitas-komunitas asli ini (menurut tambo asalnya dari benua Ruhum, keturunan Iskandar Zulkarnain) menamai teritori mereka dengan sebutan nagari.
Kata nagari juga dipakai di India, Jawa dan di tempat lainnya.
Setiap nagari telah terorganisasi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan anak-nagarinya (warga negara) masing-masing.
Ibarat negara-negara kecil, maka setiap nagari adalah republik merdeka yang tidak diperintah oleh kekuasaan luar, bersifat demokratis dan saling menjaga hubungan baik di antara sesama (Cupak salingka batuang, pusako salingka kaum, adat/peraturan salingkuang nagari).
Tanah dan air di suatu nagari adalah suci dengan sebutan "tanah tumpah darah", tidak boleh dimiliki orang asing/diperjual-belikan.
Orang asing dimungkinkan berdomisili di suatu nagari asalkan mau malakok (menempel) atau menjadi kamanakan dari "urang nan barasa".
Anggota masyarakat dikelompokkan berdasarkan geneologis kaum dan suku.
Umumnya di setiap nagari terdapat lk. 20 sampai lk. 30 orang yang bergelar datuak.
Setiap kaum dipimpin oleh datuaknya masing-masing, yang biasanya memiliki gelar kebesaran dan bersifat turun-temurun.
Dari sebutan gelar datuak, tergambar kebesaran/harga diri dari kaum itu sendiri, misal: Datuak Maharajo Dirajo, Datuak Manjinjiang Alam, Datuak Paduko nan Bagalang Kaki Ameh dsb.
Setingi-tinggi/ sebesar-besarnya raja di Minang Kabau, dia hanyalah berkuasa terhadap lingkungan kaumnya saja!
Atau duduak samo randah, tagak samo tinggi.
Melihat jumlah pangulu-pangulu asli yang bergelar datuak di suatu nagari, maka diperkirakan dahulunya suatu organisasi negara orang-orang Minang Kabau jumlahnya hanya untuk mengatur sekitar 500 sampai 3000 orang.
Suatu nagari tak pernah menaklukkan nagari lainnya guna merebut tanah atau untuk meminta upeti kepada mereka.
Kualitas kehidupan kamanakan (di Jawa disebut kawula atau rakyat) di suatu nagari lebih diutamakan daripada kuantitas (jumlah).
Di jaman moderen, pemikiran semacam ini diaplikasikan berupa pendidikan/program keluarga berencana (berkualitas), penghormatan kepada individu (HAM), kepemimpinan masyarakat/negara yang tidak-sentralistik (demokrasi), peningkatan kualitas SDM (kesehatan-pendidikan).
Kini orang Barat baru menyadarinya, dan ahli ekonomi mereka, E. F. Schumacher mempopulerkan pemikiran ini dengan kalimat: small is beautifull. Manusia (SDM-HDI) menjadi tolok ukurnya.

Pemikiran semacam ini sangat berbeda dengan pemikiran (konsep) yang hendak menjadikan segalanya serba besar (megalomania).
Padahal sebaik-baiknya ucapan manusia adalah "Allahu akbar"
Implementasi megalomania ini berupa pembentukan imperium/negara mahaluas, firaunisme, militerisme.
Kini megalomania tersebut berubah bentuk menjadi konglomerasi/monopoli oleh merek-merek (industri) besar, hedonisme, selebritisme yang berakibat pada penjajahan manusia oleh manusia, perbudakan/prt, pelacuran, dan korupsi.
Pada abad ke 14 pernah dicoba dibangun kerajaan Pagarruyuang oleh Adityawarman tapi prakteknya tidaklah bisa berubah menjadi kerajaan/imperium besar seperti kerajaan-kerajaan di Jawa atau di daerah-daerah lainnya.
Selanjutnya pada permulaan abad ke 19 dilakukan pula penyatuan ideologi di nagari-nagari dengan menerapkan paham Wahabisme, maka akibatnya timbullah perang Paderi.
Belanda mengambil kesempatan ketika terjadi perang di nagari-nagari tersebut.
Kompromi dicapai melalui perdamaian budaya dengan memunculkan adagium peradaban:
Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Syarak nan batilanjang, adat nan basisampiang.
Syarak babuhua mati, adat babuhua sentak.
Syarak balinduang, adat bapaneh.
Syarak mangato, adat mamakai
Syarak mandaki, adat manurun
Syarak yang lazim, adat nan kawi.

Sesudah perang kemerdekaan, pemerintah Pusat (dibawah kepemimpinan rezim Soekarno) dengan konsep demokrasi terpimpinnya/kekuasaan yang otoriter telah menimbulkan reaksi keras pula di daerah ini berupa pergolakan daerah.
Pergolakan ini didukung oleh hampir seluruh elemen masyarakat/rakyat di nagari-nagari dan juga daerah lainnya di Indonesia.
Padahal pembentukan negara/bangsa Indonesia pada mulanya dipelopori oleh para pemikir yang sebagian besar berasal dari daerah ini.
Inilah pengalaman berorganisasi orang Minang Kabau yang terekam di dalam budaya dan sejarahnya.
Asal kata "Minang Kabau" bisa ditelusuri secara kronologis serta peranan kerajaan Pagarruyung yang mempopulerkan ranah "Aie nan Janiah dan Kabau di Sawahliek"
Berikut paparan konsep-konsep pemikiran yang mendasari asal kata Minang Kabau :
1. Hampir seluruh pangulu-pangulu (urang nan barasa) di luak nan Tigo serta di daerah rantau mengakui nenek-moyang mereka berasal atau turun dari Pariangan Padang Panjang di lereng gunung Merapi.
Mungkin gunung Merapi adalah gunung tertinggi tampak dari segenap penjuru dan yang paling aktif di antara gunung lainnya di luak nan Tigo.
Umumnya setiap nagari memiliki cerita lisan turun-temurun yang mengisahkan perjalanan nenek moyang mereka dari Pariangan Padang Panjang menuju nagarinya.
2. Konsep bilangan binary (menggunakan gabungan antara dua lambang saja, yaitu 0 dan 1) dalam memahami kehidupan di dunia ini biasanya menjadi acuan dialektika budaya Minang Kabau.
Tak terkecuali ketika menamakan nagari-nagari dengan gabungan dua kata yang berbeda sifat nilainya.
Demikian pula halnya menamakan gabungan semua nagari-nagari dengan menyebutnya sebagai Minang kabau.
Minang sifat nilainya adalah diutamakan kualitatif, sedangkan kabau sifat nilainya diutamakan kuantitatif.
3. Sebelum istilah HAM dipopulerkan oleh PBB, nenek moyang orang Minang Kabau telah empraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
Di setiap nagari orang bebas berpikir, bebas berbahasa, bebas berpendapat sesuai dengan raso dibao naiak, pareso dibao turun maka demikian pula kebebasan ini mereka pakai pula untuk menamakan air.
Mereka menyadari air atau aia adalah segala-segalanya untuk kelangsungan hidup.
Tanpa air tiada kehidupan.
Di nagari Tanjuang-Sungayang dan nagari Sawah Liek-Singkayan, sumber air yang ke luar dari perut bumi disebut sebagai Minang.
Di nagari Baringin (Tanah Datar) disebut sebagai kiambang dan pincuran-tujuah.
Di nagari Sungai Patai disebut talago.
Di nagari Tabek Patah disebut sebagai talago ( pakiah), aia (nangguak) dan aia (taganang).
Di Payokumbuah disebut batang (tabik).
Di Padang Panjang disebut lubuak (mato kuciang).
Di Lubuak Basuang disebut pincuran tujuah.
Di Sungai Janiah (Agam) disebut sebagai talago (sati).
Mata air yang lebih kecil disebut sebagai luak atau sumua.
Kata-kata air, sumur, lubuk, dan telaga telah masuk ke dalam KBBI.
Air artesis besar belum ada sebutannya di dalam KBBI dan kata Minang pantas untuk dimasukkan ke dalam KBBI.
4. Sebelum munculnya kerajaan Pagarruyuang, di luak nan Tuo ada gabungan empat nagari binary yang mengakui satu keturunan (sejarah nagari Tanjuang 1951, 1954, 1975) yaitu nagari Tanjuang-Sungayang, nagari Andaleh-Baruahbukik, nagari Talago-Sungaipatai, nagari Sawahliek-Singkayan.
Permulaan perluasan ke empat nagari binary ini dari nagari Tanjuang. Empat nagari binary ini berbatasan langsung dengan nagari (pusat kerajaan) Pagarruyuang.
Asal kata Minang Kabau bisa ditelusuri secara kronologis serta peranan kerajaan tersebut yang mempopulerkannya.
5. Pada angka 3 di atas dijelaskan bahwa penduduk nagari Tanjuang dan nagari Sawahliek menyebut sumber mata air bumi dengan sebutan yang sama yaitu "Minang".
<--foto air Minang, kini dijadikan sumber air PAM.
Luak atau luhak adalah sebutan lainnya untuk sumber air yang keluar dari bumi dan luasnya lebih kecil dari Minang.
Kedalaman luak antara 20 sd. 30 cm, sedangkan permukaan airnya lebih rendah (kurang) dari permukaan tanah.
Dengan demikian makna kata luak atau luhak adalah air pula.
Saat penduduk masih terkonsentrasi hidup bertani di nagari Tanjuang yang ada Minangnya, orang belum membutuhkan kabau.
Di Tanjuang terdapat banyak sungai sehingga tidak ada yang namanya "sawah liek" atau sawah yang tanahnya keras/liat (tak ada pengairan).
Kabau belum dibutuhkan manusia ketika itu.
Dengan Minang saja manusia bisa hidup layak sambil mengolah sawahnya yang tanahnya tidak liat.
6. Berbeda keadaannya di nagari Sawahliek-Singkayan.
Di sini ada Minang (sumber air) tapi sungainya jauh di bawah.
Pertanian di sawah yang tanahnya liat sangat membutuhkan kabau sebagai alat bantu.
Untuk mengolah tanah tak bisa dengan mengandalkan tenaga pisik manusia saja.
Saat itulah muncul kesadaran anak nagari bahwa tanah (bumi) perlu diolah dengan menggunakan bantuan alat (tool) bantu berupa kerbau penarik bajak.
Pada hakekatnya bumi ini adalah sawah milik manusia yang tanahnya liat/keras.
Maka populerlah ketika itu binatang kabau sebagai alat bantu yang bisa memajukan pertanian (peradaban).
Kemudiaan nagari Sawahliek berubah sebutan menjadi nagari "Minang Kabau" hingga hari ini.
Nagari ini beserta nagari bekas pasangan binarynya (Singkayan) berbatasan langsung dengan pusat kerajaaan Pagarruyuang.
7. Berkat jasa kerajaan Pagarruyuang (yang tidak menguasai secara pisik nagari-nagari di sekitarnya) menyebut daerah ini sebagai luak (air) atau Minang kabau.
Kerajaan Pagarruyuang mempublikasikan ke mancanegara bahwa kekuasaanya berada di luak atau di Minang kabau.
Anak-nagari di daerah ini, sebagaimana juga manusia lainnya di muka bumi ini selalu membutuhkan Minang untuk hidup dan kabau sebagai alat bantu memajukan peradaban.
Ketika peradaban memasuki era industrialisasi, kabau berubah menjadi mesin-mesin atau benda-benda lainnya yang sangat dibutuhkan manusia di manapun dia berada.
Pada hakekatnya seluruh umat manusia adalah Minang Kabau.
8. Metafora Minang agar dipahami dengan otak kanan, serta kabau dengan otak kiri.
9. Pada akhirnya, kebenaran asal muasal kata Minang kabau semata mata kembali kepada Allah Wa allohu aklamu bish showab, dan yang benar hanya pada Allah.
Minang Kabau memiliki makna metafora : Memelihara kehidupan dan memajukan peradaban

6. Penutup (Nan Ampek sebagai Adat) Kesadaran pada nilai kualitas yang menjadi acuan kehidupan moyang kita yaitu sifat aie nan janiah sebagaimana telah dibuktikan pula oleh research oleh Dr. Masaru Emoto perlu dipahami oleh generasi muda.
Selanjutnya pemahaman dan penggunaan nilai-nilai kuantitas dari sesuatu keadaan yang telah menghasilkan kemajuan tehnologi, kini lebih banyak dimanfaatkan oleh orang Barat, Jepang, Cina.
Syarat utama untuk mengerti nilai kuantitas adalah keharusan kita mendalami ilmu arithmatika dan mathematika.
Bilangan empat dapat diartikan secara harfiah maupun secara metafora.
Hal ini untuk menunjukkan betapa pentingnya pemahaman serta penggunaan nilai kuantitas di dalam kehidupan orang Minang. Nan empat merupakan pengembangan sistematika dialektika nan dua di dalam adat dan kebudayaan Minang Kabau.
Mengapa harus menjadi nan empat, tidak bilangan lainnya yang dipilih, silakan kunjungi situs-situs pada menu Dialektika, Logika, Sistematika ( 7 link situs berisi beberapa ratus file html).
Arithmatika dan matematika harus menjadi prioritas di dalam pendidikan generasi muda Minang Kabau ke depan.
Secara konseptual, ini telah ada. Mengapa tidak direalisasikan mulai dari sekarang
Nagari merupakan basis budaya Minang Kabau, nagariku adalah negaraku, negaraku adalah nagariku. Tanpa nagari Minang Kabau hanyalah bit informasi saja.
Oleh sebab itu, setiap nagari harus bersaing atau berfastabichul chairat menghasilkan "anak-nagari atau orang-orang yang tahu diampek zaman digital", dan juga paham hakekat kata Minang Kabau itu sendiri.
Harus ada program tahu diampek yang berisi rencana, target, pendanaan dari masing-masing komunitas nagari yang bisa dibaca, dikelola melalui situs nagari saiber masing-masing dengan melibatkan seluruh warga di kampuang maupun di rantau .
Wa allahu aklamu bis showab, dan hanya pada Allah kebenaran itu ada.
Masing-masing diri kita, telah diberi hidayah untuk maraso serta mamareso alam takambang nan benar ini.
Pada saatnya kita akan mempertanggungjawabkan kepada Yang Maha Esa penggunaan kedua hidayah tersebut sesuai dengan Quran surat 2 ayat 281, ayat terakhir diturunkan Allah kepada nabi kita.
Wattaqu (taqwalah-takutlah kamu) pada hari kamu dikembalikan kepada Allah. Kemudian, masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka sedikitpun tidak akan dirugikan.
Rasanya makalah ini kurang lengkap apabila tidak disertai sebuah pantun.
Salju mencair di kota Berlin
Tandanya semi akan tiba
Di dalam lahir tersimpan batin
Di dalam batin berhakikat pula.

Pergaulan dunia maya harus segera ditanggapi.
Selain sebagai sarana untuk mencapai kemajuan, juga untuk menghindari hak milik, warisan budaya kita tidak diambil oleh orang lain. Cupak diganti urang manggaleh, jalan dituka urang lalu.
Sebagai contoh: saat ini kata "nagari" dipakai oleh orang lain untuk menampilkan informasi yang tak sesuai dengan adat kita.
Bukan tak mungkin istilah-istilah warisan budaya Minang lainnya akan diambil orang pula untuk keperluan yang sifatnya negatif.
Dalam dunia internet berlaku hukum: Siapa cepat, dia mendapat.
Kita juga perlu dan bisa membangun komunitas Minang lainnya di dunia maya dengan basis pekerjaan-profesi.
Misalnya Komunitas Jaringan Rumah Makan Minang se Dunia dll.

Selasa, 26 Februari 2013

Minang Beda dengan Padang

Oleh: Jimmi VIlli (Sutan Rajo Nan Sati)
Minang berartikebenaran, kerbau sebaliknya. Jadi Minangkabau artinya “menang dengan kebenaran”. Orang Minang bisa tulis baca setelah masuk ajaran Agama Islam. Dalam rentang waktu 20 tahun terakhir ini, terjadi perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat Minang. Perubahan itu, ibarat kata pameo; jalan lah diasak urang lalu, cupak lah diganti dek urang panggaleh. Maksud dari tulisan ini tak lain dan tak bukan untuk sekedar menggugah hati Saudara-saudara saya di Alam Ranah Minang, agar sama-sama menyadari perubahan tersebut untuk dicarikan solusinya ke depan.
Untuk menjadi pemimpin seseorang harus memenuhi syarat utama sebagai berikut :
v Bagalanggang di mato urang banyak, maksudnya seseorang pemimpin harus memiliki track record yang tidak diragukan oleh khalayak ramai tentang prestasi yang pernah diraihnya bukan ditender oleh partai.
v Basuluah matoari, yaitu kesuksesan sang pemimpin harus dikenal oleh orang banyak bukan hanya oleh kelompok-kelompok tertentu saja, agar sang pemimpin dapat diterima oleh pengikutnya tanpa adanya keragu-raguan.
Ibarat pepatah Minang
Baranang kabau dalam tabek (berenang kerbau dalam kolam)
Didalam tabek digigik lintah (didalam kolam digigit lintah)
Kok panghulu indak tahu kato nan ampek (bila pemimpin tidak tahu kata yang empat)
Balunlah buliah mamarentah (belum bisa dia memerintah)
Selama ini, Sumatera Barat yang dikenal lumbung pendidikan berbudaya apakah benar-benar sudah berbudaya? Atau membudayakan pendidikan ke arah negatif?
Namun sayang, sosok orang pintar yang disegani tinggal tidak seberapa. Ini adalah buah dari pendidikan yang salah. Kenakalan remaja jadi menu setiap hari. Tapi pernahkah kita mendengar kenakalan orang tua. Padahal, kenakalan orang tua (pemimpin) lebih dahsyat lagi. Melakukan korupsi dan selingkuh.
Selalu Ingin Lebih Baik
Istana Negara Tri Arga, dulunya diagung-agungkan sekarang disulap jadi sebuah Hotel Novotel. Padahal, Istana Tri Arga yang terletak di jantung kota Bukittinggi, punya nilai sejarah yang sangat tinggi, JASMERAH kata almarhum Soekarno. Disana, ada sekolah rakyat, tempat bersekolahnya Proklamator RI, Bung Hatta. Tak hanya itu, juga terdapat kantor pengadilan yang pernah mengadili tokoh-tokoh perjuangan.
Namun sungguh amat disayangkan, ketika itu Gubernur Sumbar, ikut memuluskan ketika sebuah Istana disulap jadi hotel milik swasta. Dan kemana raibnya dana kompensasi tanah tersebut. Ada juga yang bertanya, kenapa sampai sekarang fasilitas umum, Istana Tri Arga, dijadikan Hotel Novotel. Padahal namanya Istana Negara RI wajib dijaga kelestariannya, bukan dijadikan tempat bisnis.
Percuma saja memiliki Profesor dan Doktor yang jumlahnya segudang dengan biaya pendidikan ditanggung negara. Tapi hanya bisa bicara dari warung ke warung. Bukannya berbuat untuk kebaikan negara. Sampai pabrik Semen Indarung diakuisisi, masyarakat minang mainbau MUI, LKAAM, Ormas lainnya dan Publikasi ribut-ribut setelah keluar komisi dan mendapat jabatan posisi tidak terdengar suaramu lagi. Walaupun bertukar namanya PT RAJAWALI untuk menyenangkan hati. Dasar Bangsa Kaki Lima, itulah namanya.
Presiden pilihan rakyat SBY adalah sosok yang pintar, bukan orang pandai yang gila sanjungan dan hormat. Orang pintar seperti : Alm. Bung Hatta, Alm. Buya Hamka, Prof. Emil Salim, Jendral Sudirman (Alm), Tuanku Imam Bonjol (Alm) dan sebagainya begitu disegani keberadaannya, dan perhatikanlah!! bagaimana para orang-tua mendidik anak-anaknya supaya dapat seperti mereka-mereka itu di kemudian hari nantinya.
Dua kerusakan mendasar dalam masyarakat kita saat ini adalah kerusakan nagari dan kerusakan tapian. Artinya, kerusakan itu terjadi dari yang kecil dan sangat pribadi yaitu tapian (tempat mandi). Kerusakan lebih luas dan besar, yaitu nagari sebagai wadah bermasyarakatnya orang Minang. Untuk melihat sejauhmana kerusakan tersebut, ada baiknya kita telusuri mulai dari tunjuk ajar yang sering kita dengar dalam berbagai pertemuan kaum maupun pertemuan nagari. Tunjuk ajar itu adalah; rusak nagari dek pangulu, rusak tapian dek nan mudo. Hal itu memang sedang terjadi, dua kerusakan sekaligus.
Pada tahun 80-an, lahir lagu kocak yang dibawakan almarhum Syamsi Hasan, tembang Minang itu cukup populer dan meledak di pasaran. Kaset yang diproduksi Tanama Record itu seolah-olah menyindir kehidupan masyarakat Minang yang sudah lari dari Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Bahkan, pertanda daerah ini sudah diambang kehancuran.
Padahal, saat itu sosok Syamsi Hasan yang juga pegawai negeri merasakan tanah kelahirannya Sumatera Barat hancur gara-gara kepemimpinan salah arah. Dimana-mana terjadi ketidakberesan, oknum pejabat yang dekat dengan pemilik kursi nomor satu di rumah Bagonjong, menikmati enaknya mengeruk keuntungan pribadi. Zaman itu, tidak ada yang berani bersuara vokal untuk menentang perbuatan bejat sang pejabat atau pemerintah yang salah jalan. Maka Syamsi Hasan, dengan gayanya sendiri mencoba lewat lirik lagu sebagai bahasa kiasan. Tujuannya, agar rakyat lebih arif, namun dengan lirik lagu itu banyak yang tak mengerti. Seperti judul lagu, Lego Pagai, menantu dengan mertua, anak dengan ayah, mamak dengan kemenakan pada berantam. Kemudian urang sumando bertingkah macam-macam. Ini tak lain, karena banyaknya orang jadi sumando di tanah Minang dan banyak pula perangainya. Seperti sumando berasal dari suku Batak, maka terciptalah lirik lagu Sopir Batak Stokar Kaliang, artinya, suku dari utara itu cuma bisa bersuara keras dan lantang, sedangkan stokar orang Kaliang pintar bicara tapi hasil tak ada. Jadi ada pameo mengatakan, lidahnya seperti urang kaliang.
Kondisi Ranah Minang makin rusak, karena tidak ada lagi penghargaan bagi Bundo Kanduang. Kaum wanita yang begitu diagungkan di Ranah Minang mulai melakukan perbuatan tidak senonoh. Maka lahirlah lagu Saleha. Lirik ini menceritakan bagaimana seorang wanita yang tidak setia dan selalu berbohong dengan kekasihnya. Kemudian, tak terhitung banyaknya orang Boco Aluih, terutama niniak mamak yang seenak perutnya memberikan gelar Datuak kepada orang-orang berduit. Sebetulnya, mereka itu tidak pantas dengan gelar yang disandang itu. Hal ini disebabkan, niniak mamak lebih mementingkan keuntungan pribadinya dibandingkan untuk kaum sendiri. Bahkan, tidak segan-segan berantam dengan anak kemenakan soal tanah. Karena matanya sudah silau dengan harta duniawi yang tidak bisa dibawa mati.
Di masa pergerakan kemerdekaan, para perantau Minang sudah sukses sebagai tokoh pergerakan nasional hingga Indonesia merdeka. Sebut saja beberapa contoh, Alm. DR. Haji Abdullah Ahmad (PGAI), Bung Hatta (Alm), Agus Salim (Alm), M Yamin ( Alm), Mr. Assaad (Alm), M. Natsir (Alm), Tan Malaka (Alm), Sjahrir (Alm), dan lain-lain. Sejumlah pebisnis Minang yang besar di rantau juga sempat membesarkan bisnisnya di kampung, seperti : NPM, HZN, dan ANS. Begitu pula di bidang perhotelan seperti Hotel Dimens dan Hotel Denai. Untuk menggerakkan roda ekonomi daerah, para pedagang Minang yang telah sukses di rantau bersepakat pula mendirikan Bank Nasional (Banas) di Kota Bukittinggi Bank ini merupakan bank pertama di republik ini. M. Ruzuar (alm.) (Wowo Group) dealer mobil Dodge, Fiat, Jeep, Ford, Pabrik dan Ekspor Impor, Hadis Didong, Pabrik Minyak Goreng dan Pabrik Sabun. H. Hasyim Ning (Alm) pengusaha nasional.
Karatau madang di hulu, Babuah babungo balun, Marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun. Kok jadi bujang ka Pakan, iyu bali balanak bali, Ikan panjang bali dahulu, Kok jadi bujang bajalan, ibu cari dunsanak cari, Induk samang cari dahulu. Maka dari itu kehidupan di rantau kita jadikan guru untuk memimpin kampung halaman, bukan sebagai pengajar.
Dalam pemerintahan daerah dan perguruan tinggi, sejumlah tokoh Minang juga berhasil dalam karirnya, seperti; Di zaman Prof. Harun Zain ada nama seperti Prof. Mawardi Yunus, Prof. Firdaus Rifai, Prof. Yacub Isman (Alm), Prof. Djamil Bakar (Alm), Ismail Lengah (Alm), Prof. Mahmud Yunus (Alm), Prof. Asnawi Karim (Alm) Achjarli A Djalil, SH, Prof. Alfian Lains, Prof. Herman Sihombing (Alm), Prof Hendra Esmara (Alm), dan sebagainya. Di masa itu juga ada nama Dokter H. Ali Akbar (Alm) yang mendirikan perguruan tinggi dan rumah sakit YARSI. Di kalangan artis Hj. Erni Djohan, Hj. Elly Kasim, Nuskan Syarif (Alm) artis ibukota. Sementara di era Azwar Anas, muncul nama-nama seperti; H. Karseno, Drs. Sjoerkani (Alm), A. Kamal, SH (Alm), Prof. Ir. Tamrin Nurdin, Anas Malik (alm), Nur. B. Pamuncak (alm), Yanuar Muin, Syahrul Udjud,SH, Sabri Zakaria, Ir. Zulfi Syarif, Prof. Amir Syarifudin, Drs. Tasnim Dahlan (Alm), Drs. Amir Ali (Alm) (Dinas P & K Sumbar), Drs. Aristo Munandar (sekarang Bupati Agam), dan lain-lain. Dalam bidang bisnis, orang Minang yang cukup sukses membuka usaha di daerah ini seperti Sutan Kasim (Alm) mendirikan PT Sutan Kasim/Suka Fajar, Kasuma (Alm) dan Anas Lubuk (Alm) yang membesarkan Harian Haluan, S. Dt. Pangeran (Hotel Pangeran’s), H. Amran (Baiturrahmah), Gusman Gaus (Alm) (perkayuan) serta Indomar Asri (Grafos), Basrizal Koto (Minang Plaza), H. Syamsudin (Hotel Rocky). H. Aminuzal Amin, H. Bustanul Arifin, pengusaha nasional. Jenderal Polisi Awaluddin Djamin, Mayjend TNI Syamsu Djalal, Prof. Emil Salim.
Berbeda dengan yang besar di daerah yang ditunjuk sebagai pemimpin, dia punya kelompok dan perangai sehingga dalam mengambil keputusan tak netral. Aspek negatifnya menonjol termasuk mengangkat staf bukan berdasarkan mutu dan kualitas dalam bekerja unsur pertemanan yang lebih dominan. Sekarang yang dimaksud dengan kerusakan nagari tentunya kerusakan adat istiadat. Umpamanya kok limbago ka dituang, adaik ka diisi, raso jo pareso nan manipih. Mamak lah bak kato mamak, kamanakan lah bak kato kamanakan. Itulah yang terjadi di alam Minangkabau sekarang.
Jujur dalam pengabdian, namun dalam pembagian bagaimana hasilnya…? Orang perantau mengapa lebih sukses dan berhasil…? Apalagi kalau memimpin kampung halaman. Adapun perbandingan yang bisa kita ambil hikmahnya, yakni : Masyarakat pendatang atau perantau biasanya mereka rajin, sabar, mau belajar, mau melihat lingkungan sekitarnya, mau mendengar nasehat dan cerita pengalaman dari orang tua, berhemat tidak boros dan sebagainya. Sedangkan masyarakat asli atau penduduk setempat itu lebih cenderung malas bekerja, mereka lebih suka disanjung atau dihormati tidak mau mendengar nasehat orang tua, punya watak atau karakter sok tahu, lebih senang menceritakan kejelekan orang lain, tidak mau mengkoreksi diri.
Minangkabau tak Putus Dirundung Petaka
Indak dapek sarimpang padi
Batuang dibalah ka paraku
Indak dapek sakandak hati
Kandak Allah nan balaku

Belum habis air mata atas terbakarnya Istano Basa Pagarayuang karena ditembak petir pada 27 Februari 2007 pukul 19.46 WIB, air mata anak nagari Minangkabau menetes lagi. Alam takambang yang (dulu) jadi guru, kini tak lagi bersahabat. Rangkaian gempa besar akibat pergerakan Patahan Semangko, telah meluluhlantakkan sejumlah daerah di ranah bundo ini. Menangislah, bila air mata masih bersisa.
Bumi berguncang hebat, suara gemuruh membahana, pekikan histeris ketakutan sontak berderu deram seiring rubuhnya berbagai bangunan. Adalah gempa berkekuatan 6,3 Skala Richter (SR) --versi United State Geological Survey (USGS)-- atau 6 SR versi Badan Meteorologi Geofisika (BMG) yang berpusat 10 km barat laut Batusangkar yang jadi pemicunya. Suasana bagaleboh (panik dan mencekam), begitu guncangan hebat ini dirasakan menggetarkan tanah yang dipijak.
Di Padang, warga kota langsung panik dan berlarian ke sana kemari. Ribuan kendaraan langsung memenuhi ruas jalan yang memicu kemacetan besar-besaran di sejumlah lokasi. Mereka ingin menyelamatkan diri dari kemungkinan terjadinya tsunami. Sebagian lagi tetap bertahan di rumah, rumah sakit, gedung perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik lainnya sembari menunggu informasi dan kemungkinan gempa susulan.
Ketidakpastian pusat gempa dan trauma tsunami Aceh, jelas menjadi pemicu kepanikan. Akses informasi putus, HP menjadi tak berguna karena sulit menghubungi dan dihubungi, listrik padam, jalanan macet, tak jelas mau lari kemana, sehingga sebagian memutuskan pasrah menerima kemungkinan terburuk.
Kepanikan berlangsung hampir setengah jam, karena belum adanya informasi pasti soal pusat gempa dan skala kekuatannya. Yang ada di benak warga, gempa besar itu berpusat di laut yang tentu saja bisa memicu munculnya tsunami, mengingat Kota Padang sendiri memang berada di bibir pantai. Maka maklum sajalah, bila semuanya pada lari sejauh mungkin dari bibir pantai menuju ke daerah ketinggian seperti Limau Manih, Indaruang, Gunuang Pangilun, walau pada akhirnya lari itu akhirnya tersandung macet di sana-sini.
Kepanikan berangsur kurang, setelah sejumlah petugas Dinas Kesejahteraan Sosial, Penanggulangan Banjir dan Bencana (DKS-PBB) Kota Padang yang menggunakan mobil rescue hilir mudik menyampaikan informasi pusat dan skala gempa. "Kemungkinan tsunami kecil, karena gempa berpusat di Batusangkar! Jangan panik, tetap waspada," begitu teriak mereka dari corong pengeras suara yang sedikit melegakan warga.
Gempa susulan terus ada dengan guncangan yang lumayan besar. Dari data BMG, sebelum gempa besar itu, sebenarnya sudah ada gempa berkekuatan 5.8 SR pada pukul 08.49 WIB yang berpusat di 19 km selatan Bukittinggi dengan kedalaman 33 km. Disusul gempa berkekuatan 5,3 SR di 285 km barat daya Pariaman dengan kedalaman 427 km. Setelah itu, barulah gempa besar Batusangkar tersebut menghoyak kuat. Disusul gempa-gempa lanjutan berkekuatan 5,3 SR pada pukul 13.13 WIB di 50 km timur laut Payakumbuh, gempa 5,6 SR pada pukul 15.08 WIB di 214 km barat daya Padang, gempa 5,4 SR di 14 km tenggara Bukittinggi pada pukul 17.53 WIB. Hingga malam, pukul 21.23 WIB muncul gempa 5,2 SR di 14 km barat laut Batusangkar dan disusul gempa-gempa kecil lainnya.
Tulisan selengkapnya dapat dilihat di blog ayahdisya

Rahasia Illahi Pasca Gempa Sumbar
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
"... Sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran
Allah bagi kaum yang berpikir
" (QS. al Baqarah:164).
Gempa besar yang melanda Sumbar pada 6 Maret 2007 lalu, menyisakan cerita kebesaran Illahi Rabbi. Di samping menunjukkan kedigdayaannya sebagai penguasa semesta yang berbuat sekehendaknya, Allah juga mengukuhkan kebesarannya kepada para umatnya melalui penampakan awan yang berlafadzkan namaNya dan RasulNya. Subhanallah!
Bila pada bencana gempa dan tsunami di Aceh, 26 Desember 2004 silam, muncul penampakan hempasan ombak berlafadzkan Allah, di Sumbar kejadian serupa tapi tak sama, juga terjadi. Adalah Kevin, pelajar kelas VIII G (kelas 2) SMPN 8 Padang yang pertama kali melihat keagungan Rabbnya itu.
Beberapa menit pasca guncangan gempa yang terjadi pada pukul 10.49 WIB dengan kekuatan 6,3 SR (versi USGS) atau 6 SR (versi BMG), dia bersama teman-teman dan gurunya berkumpul di halaman sekolahnya untuk mendengarkan tausiyah sekaligus dzikir bersama guna meredam kepanikan. Di bawah bimbingan guru agama, Muhammad Kosim LA, dengan penuh kekhusyu'an mereka semua mengikuti tausiyah itu. Dzikir dengan melafadzkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil dikumandangkan, untuk mengobati hati yang tengah didera rasa takut atas kejadian gempa yang baru beberapa menit berlalu.
Di saat itulah, atas kuasa Illahi, Dia menunjukkan kekuasaanNya. Secara tiba-tiba gumpalan awan membentuk tulisan Allah. Kejadian di luar dugaan tersebut, disaksikan dengan mata telanjang dan dalam keadaan sadar oleh Kevin. Saat itu, jam menunjukkan pukul 11.15 WIB. Tak percaya dengan penglihatannya, dia lantas memberitahukan beberapa temannya dan kemudian informasi tersebut menyebar, hingga semua manusia yang ada di sekolah ini menyaksikan pemandangan yang menggetarkan rasa keimanan itu.
Tulisan tersebut sangat jelas, dan bisa dibaca banyak orang. Terlebih ketika itu cuaca sangat bagus, langit terang berwarna biru. Sekitar sepuluh menit kemudian, tulisan Allah berubah membentuk tulisan Muhammad dengan tulisan Arab. Dan dilihat lebih nyata, di atas huruf “Dal” dari tulisan Muhammad itu tertulis pula “Allah”. Jika ditelusuri lagi, awan itu pun membentuk tulisan “Muhammad Rasulullah”.
Momen ini, tidak disia-siakan oleh siswa dan guru yang memiliki HP berkamera. Jadilah gumpalan awan itu sebagai objek foto yang bernilai. Dan jadi pulalah cerita dan kejadian ini sebagai pembicaraan yang tak habis-habisnya, yang juga menjadi konsumsi pemberitaan di media massa.
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Kebesaran Allah ini terus berlanjut. Dalam bentuk lain, penguasa alam semesta ini menampakkan kuasaNya melalui lafadz namaNya di buah semangka yang ditemukan masyarakat di Pasa Suak, Jorong Koto Jambua, Aia Bangih, Kabupaten Pasaman Barat. Lafadz tersebut pertama kali ditemukan perempuan paroh baya bernama Nurbasiah (50), Sabtu (10 Maret 2007) pagi saat dirinya berpuasa.
Ketika itu, Nurbasiah baru membeli semangka di Pasar Aia Bangih. Tanpa banyak perasaan apa-apa, dia membawa pulang buah itu untuk kemudian dipotong menjadi beberapa bagian guna dijualnya kembali. Setelah beberapa kali potong, sampailah pada potongan terakhir yang membuatnya tercengang. Sekelebatan cahaya ke luar dari semangka tersebut. Hal itu sempat membuatnya sedikit tersentak. Ketika upaya pemotongan terus dilanjutkan, dia kesulitan dan memerlukan tenaga ekstra hingga akhirnya terbelah.
Ketika dibelah, dia memperhatikan semangka tersebut bersama anaknya. Ketika diteliti lebih jauh, terlihatlah sebuah guratan-guratan membentuk lafadz Allah. Oleh si anak, buah itu dilarang untuk dijual. Namun, ibunya masih bertahan dan memintanya untuk dijadikan santapan saat berbuka puasa pada sore harinya. Hal ini juga dilarang sang anak, karena potongan semangka tadi dirasakannya sangat istimewa.
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Tak sampai di situ, Allah kembali menunjukkan betapa besarnya kekuasaan diriNya. Dia kembali hadir di tengah-tengah umatNya pada Rabu (14 Maret 2007) sekitar pukul 16.00 WIB, melalui cangkang telur yang bikin heboh Warga Jalan Banto Laweh No 46A, RT 02/RW I. Seorang anak SMP yang sedang mengerjakan kegiatan rutinnya sepulang sekolah, mengutip telur ayam kampung di kandang belakang rumahnya, dibikin takjub saat melihat sebuah telur yang semula dikiranya rusak karena sebagian cangkangnya belum keras. Setelah diperhatikannya dengan seksama, ternyata bertuliskan lafadz Allah pada ujungnya. Subhanallah!!
Keesokan harinya, Kamis (15 Maret 2007), cangkang telur berlafadz Allah ditemukan pula di Pasa Suak, Kecamatan Aia Bangih, Pasaman Barat --yang sebelumnya dihebohkan dengan semangka ajaib bertuliskan Allah. Adalah Via (36), seorang pedagang kelontong setempat yang berkesempatan melihat fenomena ini. Ibu dua anak itu terkesima melihat guratan telur ayam ras yang diterimanya beberapa hari lalu dari Payakumbuh. Padahal ketika itu dia "hanya" berniat memeriksa satu-persatu dari ratusan telur yang akan dijualnya. Manatahu dia juga menemukan keanehan seperti berita cangkang telur di Bukittinggi yang baru saja dibacanya di koran. Dan niatnya kesampaian. Allah memperlihatkan kebesaranNya itu. Allahu Akbar!!
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Allah SWT tampaknya tak bosan-bosan menunjukkan kuasaNya. Kali ini Sang Maha Pencipta kembali memperlihatkan lafadz namaNya di awan. Giliran Rahayu Yalwis (14), seorang siswi kelas 2 SMPN 20 Padang, yang berkesempatan melihat fenomena yang cukup menghebohkan itu. Minggu (18 Maret 2007) sekitar pukul 12.30 WIB, secara tidak sengaja dia melihat gumpalan awan di atas langit biru saat dia berada di pekarangan rumahnya di Perumahan Pelana Indah Blok i No 5, Kelurahan Pampangan, Kecamatan Lubuak Bagaluang. Dia lantas memberitahukan kepada ibunya, Wisdarmi. Sang bunda langsung ambil inisiatif meminta anaknya untuk mengabadikan momen itu di kamera HP-nya. Karena selisih waktu saat melihat dan mengabadikan itu lumayan lama, hasil foto dari HP Nokia 6630 tersebut terlihat agak sedikit mengembang.
Sudah cukupkah Allah melihatkan tanda-tanda kepada umatNya di Sumbar? Belum!!!
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Illahi Rabbi kembali memperlihatkan kebesarannya kepada manusia supaya kembali kepada jalan yang benar. Selasa (20 Maret 2007) sekira pukul 10.00 WIB, warga Batu Taba, Kabupaten Agam digemparkan oleh temuan lafadz asma Allah di pohon jati yang tumbuh di perkarangan SMIK Batutaba. Di sekolah yang memiliki program studi kryia kayu, kriya tekstil dan studi akuntansi itu menjadi ramai seketika karena informasinya sangat cepat tersebar. Bermacam-macam reaksi yang keluar dari mulut warga tetapi kebanyakan memuji kebesaran Allah.
Pertanda apakah ini? Begitu beruntunnya Sang Pencipta Manusia itu memperlihatkan kebesaranNya pada rakyat Sumbar. Adakah sesuatu akan terjadi? Atau ini sekedar untuk memperingatkan umatNya agar selalu mengingatNya? Wallahualam...
Allahu Akbar. Allah maha besar. Seperti dikatakan Eka Putra Wirman, dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang, "Di sini terlihat betapa sempurnanya informasi yang diberikan Allah kepada manusia tentang kekuasaan-Nya. Bukti-bukti tersebut dapat dicerna dengan mudah oleh indera manusia karena bukti-bukti itu merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, bahkan bukti-bukti itu terdapat pada diri manusia sendiri. Allah terlihat sangat pemurah dan tidak pernah bersikap kikir dan pelit dalam membeberkan keperkasaan dan kedigdayaan-Nya. Allah tidak memilih-milih waktu tertentu untuk “bertajalli” kepada hamba-Nya, karena Dia tidak ingin sang hamba tersesat dari jalan yang lurus. Allah juga tidak sedang bermain petak-umpet dengan hamba-Nya, yang sekali-kali timbul dan sering kali bersembunyi."
Ingat, Allah telah mengingatkan kita melalui al Qur'an, bahwa, “...dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (QS. Adz Dzaariyaat:20-21). (***)


tulisan ini disalin (dan ditambah) dari blog ayahdisya

Minang Saisuak #71 - Klub Sepakbola Tionghoa Waras Kemuliaan di Padang (1906)

minang-saisuak-klub-sepakbola-tionghoa-e2809cwaras-kemuliaane2809d-di-padang-1906
Asap hio di Ranah Minang, meminjam judul buku Ernawati (2007) tentang komunitas Tionghoa di Sumatra Barat, memang sudah lama mengepul. Dalam buku itu Ernawati mendeskripsikan keberadaan orang Tionghoa di Ranah Minang. Namun demikian, masih banyak hal yang terkait dengan keberadaan komunitas Tionghoa di Padang yang belum terungkapkan. Yang jelas, komunitas yang bernenek moyang dari Negara Tirai Bambu itu sudah lama berhijrah ke berbagai tempat di Ranah Minang. Mula-mula mereka mendiami entrepot-entrepot pantai seperti Pariaman dan Padang. Tapi kemudian ada yang berpindah ke kota-kota pedalaman, seperti Bukittinggi dan Payakumbuh.
Kali ini Singgalang Minggu menurunkan foto klasik yang terkait dengan aktivitas orang Tionghoa di Padang, yang mungkin banyak di antara kita sekarang yang tidak mengetahuinya: kaum Tionghoa Padang dan sepakbola. Foto di atas mengabadikan satu klub sepakbola milik orang Tionghoa yang terkenal di Padang pada awal abad ke-20. Chinesche voetbalvereeniging (Perkumpulan Sepakbola orang Cina) ini bernama Waras Kemoeliaan. Seperti dapat dibaca dalam teks yang kami sertakan di foto itu, Klub Waras Kemoeliaan didirikan pada tanggal 2 Agustus 1906 sempena hari kelahiran Ratu Emma. Jelas ini ada kaitannya dengan politik semasa, di mana posisi orang Tionghoa sebagai warga Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) di Nusantara yang sangat berperan di bidang ekonomi, sering lebih lebih dekat dengan Belanda sebagai penguasa pada waktu itu. Lepas dari, itu olah raga sepakbola termasuk meriah di kota-kota Sumatra Barat di masa lampau. Selain klub Waras Kemoeliaanini, ada beberapa klub lain yang muncuk di masa itu dan sesudahnya di Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. 
Kelihatan cukup necis juga pakaian para pemain sepakbola klub Waras Komoeliaan ini. Beberapa orang memakai topi: tampaknya topi khas yang biasa dipakai oleh orang Cina di Padang pada waktu itu. Beberapa orang memakai kaos yang ada salempangnya, Dua bola berwarna hitam seperti buah labu tergolek di depan. Tentu saja waktu itu bola baragi yang bagus-bagus warnanya, seperti yang kini dipakai oleh Pasukan Kabau Sirah di Indarung atau Setan Sirah di Manchester masih sulit didapat untuk tidak mengatakan belum ada.
Kehadiran klub sepakbola Waras Kemoeliaan, yang kemunculannya dikaitkan dengan ulang tahun Ratu Emma (1858-1934), jelas mencerminkan hubungan sepakbola dan politik di Indonesia, sebagaimana pernah dibahas oleh Freek Colombijn dalam artikelnya The politics of Indonesian football: an introduction to a new field, Archipel 59 (2000):171-200. Kelindan antara sepakbola dan politik itu, sampai sekarang pun masih kentara di Indonesia, sebagaimana dapat dikesan dari kasus PSSI yang kursi ketuanya selalu ramai diperebutkan, penuh dengan intrik dan juga korupsi.
Suryadi Leiden, Belanda. (Sumber foto: Bintang Hindia, No. 19. Tahoen Keempat, 15 Januari 1907:250).

Bola Panas dari Nagari Minang

OPINI | 13 October 2012 | 11:58 Dibaca: 608   Komentar: 4   2 aktual
1350104688764384290
Logo Semen Padang FC (www.hattrick.org)
Kisruh terus terjadi di tubuh PSSI, kali ini manuver dilakukan oleh klub kebanggaan tanah Minang, Semen Padang FC. Melalui Toto Sudibyo komisarasi PT. Kabau Sirah yang membawahi klub juara IPL musim lalu, Semen Padang FC mengancam akan menarik 9 pemainnya dari tim nasional. Ancaman ini datang ditengah persiapan akhir timnas menuju piala AFF 2012.
Dan ini hanya terjadi di Indonesia, ketika sebuah klub berani mengancam dan mengintervensi federasi resminya hanya karena berseberangan pendapat. Entah virus apa yang menjangkiti orang-orang seperti Toto Sudibyo hingga berani mengeluarkan kalimat naas ini.Bukan kali pertamanya di Indonesia sebuah klub berani mengintervensi federasi resminya, sebelumnya Sriwijaya FC  dan Persib Bandung juga melakukan hal yang sama.
Catalonia, Calciopoli dan Kerimov
Coba kita lihat keluar sana, ke benuanya industri sepakbola modern. Klub sebesar Barcelona tidak pernah berani mengancam federasi sepakbola Spanyol (Real Federación Española de Fútbol /REEF) akan menarik pemainnya dari timnas hanya karena Catalonia tempat homebase Barca ingin lepas dari Spanyol. Barcelona FC tidak ingin terlibat dalam pergumulan politik antara Catalonia dan Spanyol, padahal sejak lama orang-orang di Barca merasa dipinggirkan oleh Spanyol. Padahal ada setengah pemain inti timnas Spanyol dari klub Barcelona, tanpa mereka sulit rasanya Spanyol banjir trofi.
Ke negeri Pizza Italia, Kasus Calciopoli tahun 2006 yang menjadikan Juventus sebagai klub pesakitan, kehilangan gelar dan turun kasta, tidak lantas membuat Juventus ingin membalas dendam ke FIGC dengan menarik pemainnya dari timnas Italia, keteguhan hati dan nasionalisme Juventus berbuah gelar Piala Dunia 2006 bagi Italia dan federasi FIGC yang pernah menghukum mereka. Sikap profesionalisme bisa membedakan antara kepentingan klub dan bangsa.
Singgah di negeri Beruang Merah, Rusia. Milyuner muslim Suleyman Kerimov pemilik klub Anzhi Makhachkala anggota liga Primer Rusia, yang saya yakin lebih kaya dari Toto Sudibyo dan bossnya. Kerimov tidak mau mencampuri urusan timnas hanya karena negeri leluhurnya Dagestan bermasalah dengan Federasi Rusia. Kerimov tetap mendukung Liga Primer Rusia dan timnas Rusia. Real Madrid, AC Milan, Liverpool dan Barcelona merupakan segelintir klub Eropa yang dilemari mereka berjejer tropi juara, tapi klub-klub ini tidak pernah bertindak bodoh diluar nalar ingin mengancam federasinya.
Asa di Ranah Minang
Kembali ke ranah Minang yang elok, lupa kah orang Minang dengan sejarah silam ,ketika kaum bersorban putih:Kaum Paderi yang semangat revolusinya ingin menjalankan syariat islam dengan murni harus berhadapan dengan kaum adat yang konservatif dan didukung penjajah. Sang penjajah kemudian menjadi ponyokong kaum adat menggempur kaum revolusi. Tidak puas dengan politik adu domba sesama minang, Belanda menjadikan Sentot dari tanah Jawa sebagai kaki tangan Belanda di  Negeri Minang. Tapi Sentot sadar akan politik adu domba Belanda, segera berbalik arah. Dan ternyata kejadian ini berulang kembali di ranah Minang. Kaki dan tangan si penjajah ternyata masih ada dan ingin mencengkram sepakbola di tanah Minang, mereka tidak ingin revolusi sepakbola nasional seperti revolusi aqidah di nagari Minang dahulu, bahkan si Sentot ini belum sadar dari kebodohannya.
Semenjak SPFC berniat pindah ke ISL dan mencomot satu persatu pemain timnas, dugaan saya SPFC bisa dijadikan alat untuk menggembosi timnas, dan ternyata dugaan saya terbukti benar. SPFC akhirnya menjadi si maling kundang, menanti vonis menjadi sebongkah batu bersujud seperti dalam legenda Minang yang hebat, menjadi museum abadi sebuah klub yang salah urus. Hanya ada di Indonesia “kerbau” bisa mengintervensi tim nasional dan federasi sepakbolanya.
Ya sudah lah seperti judul Lagu Bondan Prakoso & Fade To Black, kalau itu sudah menjadi keputusan Semen Padang, pecahkan saja Gelasnya biar ramai seperti kalimat pujangga dalam film Ada apa dengan cinta, biar sepakbola kita tambah gaduh dan orang-orang yang kalah semakin galau. Mungkin saja manajemen Kabau Sirah memang masih senang bergumul dalam kubangan lumpur layaknya kerbau. Dan bisa jadi kavling lumpur lapindo yang luas menggiurkan si Kerbau Merah.
Dan yang pasti, jika skenarionya memaksa pemain Semen Padang keluar dari Timnas, timnas Indonesia harus terus berjuang menuju piala AFF 2012. Masih banyak anak bangsa yang rindu mengenakan jersey Garuda didada mereka, lebih baik berharap kepada mereka yang loyal terhadap negaranya tanpa tendensi, kepada anak muda yang belum terkontaminasi oleh virus materi. Revolusi sepakbola nasional kita tidak boleh dikalahkan oleh nafsu kelompok yang haus uang rakyat dan kekuasaan. Ayo dukung PSSI menuju industrialisasi sepakbola. Save Timnas, Save PSSI, Kick Politic Out of Football.
Salam Revolusi

Stadion Megah Bakal Ada di Ranah Minang

E-mail Cetak PDF


(BeritaBangunan) Sebuah stadion berkaliber internasional bakal hadir di Tanah Rendang, Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Pengurus PSSI Sumbar yang baru terpilih menargetkan pada 2013 nanti akan dibangun stadion sebagai langkah awal pengembangan olahraga sepakbola di Ranah Minang.
"Stadion yang berstandar internasional merupakan salah satu program PSSI Sumbar untuk bisa mengembangkan olahraga ini ke depannya," kata Ketua Umum PSSI Sumbar masa bakti 2012 -2016 Toto Sudibyo seperti diberitakan Antara.

Menurut Toto, stadion merupakan faktor penting untuk bisa membangun sepak bola Sumbar. Sebab, katanya, stadion yang bagus adalah faktor pendukung untuk menggelar sebuah kompetisi berkualitas baik nasional maupun tingkat Sumbar.

Sumbar saat ini hanya memiliki satu stadion. Jumlah ini belum cukup untuk bisa menunjang perkembangan sepak bola Sumbar. PSSI Sumbar, kata Toto, selain membangun sebuah stadion, ke depan pihaknya akan mengajak kerja sama pihak swasta untuk mendukung program-program PSSI.

Sepakbola memerlukan dana yang besar, dan dibutuhkan komitmen dan semangat dari semua pihak untuk bisa memajukan kompetisi. Karena itu, PSSI Sumbar akan menggalang dana dari sponsor untuk memutar kompetisi.

Toto juga menargetkan akan berusaha membantu klub lokal, PSP Padang agar bisa berlaga di kompetisi kasta teratas di Indonesia, IPL. "Terus terang saya iri dengan Jawa Timur yang mempunyai delapan  klub yang berlaga di divisi utama maupun di IPL. Dan itu menjadi motivasi saya untuk mempromosikan klub yang ada di Sumbar dan berkompetisi di level nasional," katanya.